Jumat, 13 November 2015

Mengapa Harus Menulis?

Oleh : Satria Ibnu Abiy (Sabbi)

    Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ketika kita mencari arti kata dari menulis, maka akan kita dapati penjelasan sebagai berikut,

"Menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya)", atau

"Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan"

    Dari dua defenisi di atas sepertinya bisa kita tarik kesimpulan bahwa menulis adalah satu upaya/usaha seseorang dalam merangkai huruf menjadi susunan kata yang bisa menjadi wadah untuk menuangkan dan melahirkan pikiran atau perasaan kita.
    Menulis merupakan satu cara termudah dan tidak ribet untuk menyampaikan apa saja, pemikiran kita mungkin, perasaan yang sedang dialami, pengalaman yang penuh pelajaran, atau apa saja yang memang ingin kita tampilkan dalam tulisan kita. Kenapa saya katakan tidak ribet dan mudah?

1. Karena bagi kebanyakan orang, menulis itu lebih gampang dilakukan ketimbang mengungkapkannya lewat kata-kata bahasa lisan.
    Wajar sih ya, karena memang ternyata mental kebanyakan dari kita akan ciut manakala harus berhadapan langsung dengan orang yang kita ingin menyampaikan sesuatu kepadanya (misalnya saja atasan, orang tua atau orang yang kita cintai).
    Dalam keadaan seperti ini biasanya kata-kata lewat bahasa lisan akan menjadi sulit dan ribet untuk menyampaikannya, ada sesuatu yang membuat kata-kata tersebut tidak maksimal kita utarakan dan akhirnya apa yang ingin disampaikan pun tidak bisa keluar dengan maksimal.
    Misalnya, ketika kita sudah lama tidak berjumpa dengan orang tua kita, lalu orang tua kita berharap agar kiranya tahun ini kita bisa pulang untuk menjenguk dan berkumpul bersama mereka. Namun karena urusan pekerjaan dan deadline yang ngantri di meja kita belum tuntas dan masih harus diselesaikan, maka biasanya kita akan mencoba menjelaskan kepada orang tua kita mengenai kondisi dan keadaan kita, lewat apa?
    Tentu saja lewat tulisan, karena biasanya emang kita akan sungkan (ini termasuk perkara mental) untuk menyampaikannya secara langsung via bahasa lisan.
    Atau mungkin contoh lainnya adalah perasaan yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada orang yang dicintainya, misal seorang suami kepada istrinya. Lagi-lagi bahasa tulisan akan jauh lebih mudah disampaikan ketimbang bahasa lisan, gak percaya?
    Coba sekarang datangilah istri atau suami kita lalu coba lakukan gombal-gombal semacam,

"Papa kamu pelukis ya? | Kok tahu | Karena kamu telah berhasil melukis hatiku dengan cintamu :D"

Kira-kira cara mana yang lebih mudah dan tidak ribet? Bahasa lisan atau bahasa tulisan???

2. Karena menulis itu lebih tuntas, rinci dan detail dalam penyampaiannya.
    Tidak semua orang diberi kemampuan untuk bisa dengan mudah menyampaikan sesuatu lewat bahasa lisan, bahkan seorang presiden pun demikian.
    Lihat saja ketika seorang presiden ingin berpidato menyampaikan keputusannya atau dalam acara-acara tertentu, maka kita akan melihat pak presiden pasti akan membawa teks pidato yang berisikan hal-hal yang harus ia ungkapkan saat berpidato.
    Ini artinya bahwa bahwa tulisan itu lebih rinci dan detail, sehingga menulis itu lebih didahulukan ketimbang berbicara.

Menulis Juga Ibadah

    Mungkin bagi sebagian orang akan aneh ketika mendengar perkataan bahwa menulis juga ibadah, sama seperti dzikir, sholat dan ibadah-ibadah lainnya, gak percaya?
    Agar persoalan ini lebih jelas, mari kita samakan dulu persepsi kita tentang apa itu ibadah, sebab jika kita tidak memahaminya, maka akan mengakibatkan kerancuan dan kebimbangan ini tidak akan menemui penyelesaiannya. Thayyib.
    Defenisi ibadah yang disepakati oleh para ulama' adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahuLlah,

اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال، والأعمال الظاهرة والباطنة

Yang dimaksud dengan ibadah adalah apa saja yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, berupa perkataan, pekerjaan (amal) yang dilakukan secara terang-terangan atau tersembunyi (Al 'Ubudiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).
    Dalam ilmu fiqih, ada satu kaidah baku yang juga disepakati oleh para ulama' ahli fiqih, yaitu,

الكتابة تنزل منزلة القول

Yakni tulisan itu dihukumi sama statusnya dengan perkataan.
    Oleh sebab itu, jika kita menganggap bahwa tulisan itu juga beribadah dan bisa membuahkan pahala, maka tulislah hal-hal yang baik dan bermanfaat untuk orang lain. Jangan sampai tulisan kita justru menjadi ladang kemaksiatan dan dosa yang tak bertepi.
    Tulislah hal-hal yang menginspirasi dan bermanfaat untuk orang lain, mungkin pengalaman hidup, kisah inspiratif dan penuh hikmah, dan hal-hal lain yang memang bermanfaat. Jangan sampai kita menulis sesuatu yang malah justru akan menjadi bumerang bagi diri kita karena berisi hal-hal sensitif dan sesuatu yang isinya penuh dengan fitnah, kejelekan dan kerusakan.

Ayo Menulis

    Jika dilihat dari muatannya, seorang penulis itu terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu penulis yang ingin mempengaruhi orang lain lewat tulisannya dan penulis yang hanya ingin menumpahkan apa yang sedang dialaminya saja. Atau dengan kata lain, ada penulis yang memang menganggap menulis adalah kebutuhan dan kehidupannya serta ada penulis yang menganggap bahwa menulis adalah kesenangan, hobi dan passion yang mengasyikkan.
    Apapun alasannya, yang jelas menulis akan merangsang kita untuk terus rajin membaca. Disamping itu menulis juga bisa mengabadikan momen-momen penting yang mungkin jarang kita rasakan, atau pengalaman hidup yang penuh dengan pelajaran dan kenangan. Misalnya saja apa yang dialami oleh Syaikh Ibnul Jauzy rahimahuLlah yang sangat menyesal karena tidak sempat menuliskan pengalaman-pengalaman semasa ia hidup, sehingga lahirlah kitab beliau yang sangat fenomenal Shaidul Khatir.
    Jika harta benda bisa sirna dan hancur karena usia dan masa, maka tidak demikian dengan tulisan, ia akan senantiasa eksis dan tetap hidup, walau penulisnya telah lama mati. Tulisan yang mengandung muatan dan isi yang bermanfaat akan selalu dijaga dan dikenang oleh sejarah, tidak hanya setahun atau dua tahun, namun hingga berabad-abad lamanya.
    Satu contoh nyata adalah tulisannya Imam Ibnu Katsir rahimahuLlah yang sangat fenonemal dan melegenda yaitu Tafsir Ibnu Katsir. Sebagaimana kita ketahui, Ibnu Katsir wafat sekitaran tahun 774 H, dan tentunya kitab fenomenal ini ditulis jauh sebelum ia wafat. Coba kita hitung, mulai ia wafat hingga hari ini, kurang lebih telah melalui masa 663 tahunan atau sekitar 6 abad yang lalu, ma syaa Allah...
    Bahkan sampai hari ini tahun 1437 H (atau bertepatan dengan tahun 2015 M), kitab Tafsir Ibnu Katsir masih menjadi buku dengan rating penjualan yang fantastis hampir di seluruh dunia, telah diterjemahkan ke lebih 100 bahasa, bahkan sampai ada istilah di kalangan penerbit, "jika ingin mendongkrak populalitas dan omset suatu penerbit, maka cetaklah kitab Tafsir Ibnu Katsir ini". Begitu berkahnya kitab ini, semoga Allah membalas Imam Ibnu Katsir rahimahuLlah dengan banyak kebaikan dan keberkahan atas setiap ilmu yang diberikannya tersebut.
    Inilah yang seharusnya menjadi motivasi kita agar semakin semangat untuk berbagi ilmu dan manfaat dengan orang lain melalui tulisan kita. Karena ibarat pisau, ilmu yang kita miliki juga harus sering diasah agar ia tetap tajam, jika pisau dibiarkan begitu saja tanpa diasah, maka lama kelamaan ia akan tumpul dan tentu setelahnya akan dibuang.
    Menulis adalah salah satu cara untuk mengasah ilmu kita, semakin sering latihan menulis, maka tentu ia akan mempertajamnya, dan pisau yang tajam tentu akan jauh lebih banyak mendatangkan manfaat bagi orang lain ketimbang pisau yang tumpul.

5 komentar:

  1. Semangat menulis kakak.. :-)

    Salam kenal ya..
    saya Ronny Depu KMO 4 juga

    Saling baca tugasnya ya..
    Ini tugas saya ->> http://bit.ly/tugas1KMO

    www.ronnydepu.com

    BalasHapus
  2. Utk saya, menulis lbh susah, krn kemungkinan terjadi salah pengertian lebih besar dibandingkan berbicara. Tapi, saya mau belajar menulis krn dgn tulisan semakin banyak org yg bisa tau pendapat, pikiran, perasaan saya akan sesuatu.



    BalasHapus
  3. In syaa AlLah dengan banyak membaca saya bisa menulis.

    BalasHapus
  4. @Kang Ronny : hayuuk... semangat ya :D

    BalasHapus
  5. sepakat kang Zarthan7290, membaca dan menulis emang kayak amplop dan perangko ya, sulit dipisahin :D

    BalasHapus

Popular Posts

Supported By:

Supported By:
warungkoski.com
Diberdayakan oleh Blogger.