Jumat, 22 Juli 2016

Seri 7 : Keluargaku...

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya (emosinya) dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali 'Imran : 134)

***

Sebenarnya ada secuil rasa malas saat aku harus pulang ke rumah, bukan karena aku anak durhaka yang gak patuh dan taat pada orang tuanya, bukan!

Aku merasa saat kumpul dengan keluarga, ada sebagian kebebasan dan kesenanganku yang hilang. Oleh karenanya, banyak teman-temanku yang bilang kalau aku ini sangat berbeda dengan adik-adikku, dari sisi fisik dan penampilan, apalagi pemikiran. Harus kuakui memang, orang tuaku minim perhatian kepada anak-anaknya semenjak peristiwa 15 tahun yang silam, terutama masalah pendidikan.

Sebelum peristiwa itu, keluarga kami termasuk keluarga yang berkecukupan, harta juga rumah pun termasuk di atas rata-rata saat itu. Namun kini, 15 tahun pasca kejadian yang banyak merenggut episode-episode indah di dalam keluargaku, kami hidup berantakan, tak layak rasanya disebut sebagai sebuah keluarga.

Ayahku kini bekerja di sebuah kapal pelayaran, sudah barang tentu beliau jarang sekali pulang dan berkumpul dengan kami selaku anak-anaknya. Sedangkan ibuku lebih memilih bekerja di Malaysia, membantu kakaknya yang punya usaha toko elektronik katanya.

Adik-adikku saat disuruh memilih ikut ayah atau ikut ibu, ternyata lebih memilih ikut ayah, katanya lebih enak ikut ayah karena uang jajan terjamin, sedangkan aku lebih memilih tidak ikut keduanya.

Saat masih SMP, aku sempat tinggal beberapa lama bersama ayah dan adik-adikku, saat itu aku masih berada dalam masa-masa puber juga labil. Aku bak raja saat itu, apapun yang kuinginkan harus dipenuhi oleh ayahku, tak peduli bagaimana caranya. Bahkan aku sering berantem dengan adik-adikku yang memang tak terlalu jauh selisih umurnya denganku, hanya terpaut 2 tahun saja.

Tanpa kusadari, ternyata apa yang kuperbuat dan kulakukan saat itu direkam dan bakal ditiru oleh adik-adikku, termasuk nakal dan gak bisa diaturnya. Beberapa kali aku dapat kabar kalau ayahku sering cekcok mulut dengan adik-adikku, dan saat itu aku tak peduli sama sekali. Inilah diantara sekelumit alasan yang menyebabkan aku selalu malas untuk pulang ke rumah.

***

Namun hari ini, aku mengenyampingkan hal-hal tersebut. Aku sudah bertekad untuk mengajak ayah, ibu dan adik-adikku untuk sama-sama berjalan di atas jalan hidayah ini.

Pagi itu, tepat pukul 07.00 WIB, aku putuskan untuk pulang ke rumah, mumpung masih ada waktu liburan kurang lebih seminggu lagi ke depan. Jarak kosan ke rumahku lumayan jauh, kurang lebih 1 jam perjalanan jika ditempuh dengan bis umum. Jika perjalanan lancar dan gak macet, maka seharusnya sekitar jam 08.00 aku akan nyampe di rumah.

Rumah yang saat ini ditempati ayah dan adik-adikku adalah rumah kontrakan. Kami memang senantiasa jadi kontraktor (istilah yang dipakai untuk orang-orang yang selalu ngontrak rumah), selalu hidup berpindah-pindah tempat. Rumah terakhir yang aku tuju ini adalah kontrakan kelima yang pernah ditempati.

AlhamduliLlah akhirnya sampai juga...

Sayup-sayup kudengar ada dentuman musik yang cukup kencang dari dalam rumah itu

"Pasti adikku di rumah", pikirku

Segera saja ku ketok pintu rumah, sembari mengucapkan salam

"Assalamu'alaykum...", ucapku dengan sedikit suara ditinggikan

Tak terdengar ada jawaban dari dalam, mungkin suaraku kalah kencang dengan musik yang sedang menggelegar saat itu

"Assalamu'alaykum...", kali ini aku sedikit menguatkan gedoran juga suara salamku

"Wa'alaykumsalam... siapa?", sahut suara dari dalam rumah, dari nadanya, sepertinya suara adikku yang bernama Jono

"Abang nih Jon, bukalah pintunya...", kataku

"Tunggu bentar bang!", jawab Jono

***

Adikku Jono ini punya saudara kembar, Joni namanya, ada yang unik dari kedua adikku ini. Joni lahir siang hari, sedangkan Jono lahir malam harinya. Seharusnya secara medis, Joni adalah abangnya Joni. Tetapi karena disebabkan kondisi kesehatan Joni yang sering bermasalah, akhirnya Jono yang lebih kuat fisiknya, sering terlihat berperan menjadi abang bagi Joni, sejak saat itu hingga hari ini, ayah ibuku memanggil Jono sebagai abang, dan Joni dipanggil adik.

"Ayah kapan pulang?", tanyaku pada Jono

"Nanti malam kayaknya, nih lagi ke rumah kawannya di Belawan", jawab Jono

"Joni sama Budi mana?", kataku sambil melihat ke sekililing rumah

"Baru keluar orang itu, main PS (playstation) kayaknya", jawab Jono sambil ngisi TTS

Karena suara musik di dalam rumah saat itu terlalu kencang, aku berinisiatif untuk mematikannya.

"Kenapa kau matikan Bang?", tiba-tiba terdengar suara Jono sedikit protes

"Bising kali suaranya!", jawabku

"Kau jangan cari masalah lah Bang, dari dulu kemauan (keinginan) kau aja pun yang mau dituruti!", suara Jono agak meninggi penuh emosi

"Pagi-pagi rumah kita yang paling bising, gak enaklah sama tetangga", aku mencari alasan biar emosi Jono mereda

"Gak berubah kau ya, dari dulu mau menang sendiri!!! Muak pulak aku ketemu kau!!!", suara Jono malah meninggi sambil berlalu pergi

Gubraaak....

Jono membanting pintu dengan sangat kerasnya.

"AstaghfiruLlah... Yaa Allah... ampunilah aku dan adikku", aku hanya bisa membatin saat itu

***

Aku lihat di dapur banyak piring kotor tergeletak, segera saja ku cuci semua piring kotor itu. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan rumah yang dihuni oleh 3 anak laki-laki yang masih umur belasan, yang waktu hariannya lebih banyak dihabiskan untuk main di luar rumah.

Sehabis nyuci piring, aku pun coba untuk bersih-bersih kamar mandi, juga seisi rumah. Banyak pakaian kotor yang berserakan di kamar, baju yang gak tertata rapi di dalam lemari, tong sampah di dapur yang udah numpuk, lantai rumah juga berdebu, komplit sudah kapal pecahnya.

Setelah dapur dan kamar mandi beres, aku lalu pergi untuk membersihkan kamar, setelahnya baru ruang tengah, tiba-tiba ingat salah satu judul film yang lagi ngetrend saat itu "Inem si Pelayan Seksi", hari itu aku serasa jadi Inem, hahaha

"AlhamduliLlah... beres semua kerjaan...", gumamku dalam hati

Melihat rumah sudah tertata rapi dan bersih begini, ada satu rasa kepuasan tersendiri yang menyeruak di dalam hati. Benar kata RasuluLlah, bahwa Allah itu Maha Indah lagi suka dengan segala sesuatu yang indah. Makanya jika memang iman kita benar kepada Allah, tentu jiwa kita (termasuk mata dan anggota tubuh yang lain) akan mencintai dan menyukai keindahan, kerapihan juga kebersihan.

Setelah rumah beres, kini saatnya untuk mandi, terus sholat dhuha. Ku lihat jam di dinding saat itu sudah menunjukkan pukul 10.25.

Sehabis sholat dhuha, rasa ngantuk yang luar biasa menyerangku. Capek ditambah sedikit rasa dongkol karena sikap adikku tadi, membuat rasa kantuk ini semakin menjadi. Langsung saja ku rebahkan tubuh ini di hamparan sajadah yang belum ku lipat ini.

Ku pikir hari ini aku bisa dengan mulus mendakwahi ayah dan adik-adikku, tapi ternyata hari ini aku harus menerima kenyataan pahit ini, adikku ingin membunuhku!!!

Bersambung in syaa Allah

Next : Keluargaku... (2)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Supported By:

Supported By:
warungkoski.com
Diberdayakan oleh Blogger.