Minggu, 31 Juli 2016

Seri 10 : Godaan Yang Melalaikan (2)

Bapaknya adalah seorang pengusaha, pak Nasution namanya. Sedangkan ibunya adalah keturunan cina asli yang juga super sibuk dengan karirnya. Ini yang kemudian menjadikan Dilla lebih sering terlihat murung dan suka menyendiri di kelas saat jam istirahat.

Aku dan Dilla adalah teman sekelas sejak kelas satu hingga kelas tiga SMP, kami berdua sama-sama bisa bertahan di kelas unggulan. Entah bagaimana awalnya Dilla ini bisa dekat, bahkan sangat dekat denganku. Karena jujur saja, selain kaya dan tajir, Dilla juga memiliki paras wajah yang cantik, hampir sempurna mungkin. Yang aku ingat, aku pernah sempat jatuh cinta padanya saat pertama melihatnya pada acara MOS (Masa Orientasi Siswa). Bahkan aku tambah bahagia saat tahu kalau si Dilla juga ternyata sekelas denganku di kelas 1-1 (baca: satu satu). Tapi lucunya, walau kami sekelas saat itu, rasanya bisa dihitung berapa kali kami ngobrol di dalam kelas. Maklum juga sih, saat kelas satu kami memang belum terlalu saling mengenal dan akrab dengan yang lain.

Dilla mulai dekat denganku saat kami kelas 2, kebetulan saat itu saya diangkat jadi "duta" oleh guru matematika. Semenjak itu, hampir setiap hari kami mesti belajar kelompok, dan aku didaulat jadi ketua kelompoknya. Hingga suatu hari, Dilla mulai bercerita mengenai bapak ibunya yang selalu sibuk dan hampir tidak pernah memberikan dia perhatian dan kasih sayang, Dilla merasa hidupnya hambar. Sejak saat itu, Dilla pun semakin akrab dan dekat sekali denganku, bahkan sangat dekat.

Baru kali ini aku merasakan betul-betul memiliki sesuatu yang menjadikan aku tidak ingin menjauh, apalagi berpisah dengannya. Bahkan rasa ini yang lantas menjadikan aku sadar dan berhenti dari suka menyakiti perasaan orang lain. Semenjak dekat dengan Dilla, harus ku akui ada banyak sekali perubahan yang terjadi pada diriku, mulai dari emosi, semangat belajar juga mudah memaafkan orang lain, Dilla betul-betul sesuatu bagiku hingga hari ini.

"Ah... kenapa aku jadi mikirin Dilla." gumamku dalam hati.

"Alamak... udah jam 9 pulak, udah sejam lebih awak disini." aku kaget saat melihat jam di warnet sudah menunjuk ke angka 9.

Aku pun langsung bersiap untuk pergi meninggalkan warnet. Sebab kalau terlalu siang dari sini, khawatirnya di Kayu Putih dan Pulo Brayan (nama jalan di Medan) macet parah, bisa-bisa malam baru nyampe kosan.

***

"Akhirnya nyampe juga." gumamku dalam hati.

Ku lihat jam baru menunjukkan pukul 11.00, kayaknya masih bisa tidur dulu sebelum masuk waktu zuhur. Ku coba untuk memejamkan mata, berat. Tiba-tiba pikiranku kembali lagi ke rumah, teringat kembali peristiwa subuh kemaren, ah nyesak rasanya.

Kenapa cobaan udah datang bertubi-tubi gini ya. Baru rasanya kemaren aku berjanji gak mau lagi nyentuh gitar ini (sembari tanganku memegang gitar kesayanganku), eh besok terpaksa harus manggung lagi. Rencana ikutan festival ini sebenarnya udah jauh-jauh hari kita persiapkan, bahkan sebelum aku ikut pesantren kilat.

Festival ini tergolong besar dan wah, yang jadi sponsornya aja Djarum Super dan Nokia, udah pasti hadiahnya juga oke. Aku sudah bisa bayangkan gimana ramainya acara festival sebesar itu, pasti yang ikut juga gak sedikit. Tapi kalau melihat kemampuan grup kami, aku sangat optimis, minimal juara 3 itu pasti udah di tangan kami, bukan tanpa alasan loh aku bisa seyakin ini. Di grup kami, yang paling kelihatan menonjol kemampuannya adalah si Jefry. Aku sendiri heran, kenapa orang seperti Jefry saat itu langsung mau saat kami lamar untuk gabung ke grup kami. Selain Jefry, Rasyid juga gak kalah keren. Walau belajar drumnya otodidak, tapi kayaknya dia mudah sekali mengikuti dan menjiplak setiap gebukan drum yang dia dengar.

Pernah nih suatu hari, Ungu mengeluarkan lagu baru yang judulnya "Jika Itu Memang Terbaik", baru dua kali didengerin, eh si Rasyid udah bisa niruin mirip banget dengan drummer aslinya. Padahal Jefry butuh seharian untuk bisa menemukan chord beserta lead melody yang dipakai dalam lagu itu. Makanya kadang aku dan Andre merasa seolah cuma jadi bumbu pelengkap di grup itu, sedangkan bintangnya adalah Rasyid dan Jefry. Kalau sudah gini, mau gak mau aku dan Andre harus betul-betul belajar menyesuaikan diri agar tidak terlalu membuat malu Jefry dan Rasyid. Kan gak lucu, gitar dah oke, drum juga keren, kok malah vocalis dan bassnya melempem.

Oh iya, band kecil kami ini namanya Dinasty, Jefry yang kasih nama. Kata dia kenapa memilih nama Dinasty, pertama, karena dulu band lama dia juga Dinasty, jadi untuk mengenang kejayaannya katanya. Kedua, karena dia ingin band ini menjadi Dinasty baru di dalam dunia permusikan, hahaha... agak lebay memang.

***

Malam itu, setelah selesai sholat isya, aku pun berangkat ke warungnya Jefry.

"Halo Jef, kekmana kabar kau? Sehat kan?" kataku.

"Wah, kemana aja kau Jack?" jawab Jefry.

"Mudik bro, hahaha." kataku sambil ngakak.

"Gilak kau, kayak punya kampung aja pun." jawab Jefry dengan kelakar.

"Eh mana Rasyid sama Andre? Udah nyampe belum?" kataku.

"Ke galon (POM bensin -bahasa medan-) tadi orang itu." jawab Jefry.

Ternyata Rasyid dan Andre udah lebih dulu nyampe ke warungnya Jefry. Oh iya kelupaan, warung Jefry ini bukan warung makan atau warung jual jajanan dan makanan ringan, tapi warung Jefry adalah warung khusus jualan tuak (sejenis minuman keras), atau di Medan dikenal dengan istilah Lapo Tuak. Inilah salah satu alasan kenapa aku terkadang malas main kesini, harus ketemu orang mabuk yang selalu ngeluarin kata-kata yang penuh kebun binatang, anjing berkeliaran disana-sini. Belum lagi kawan-kawannya Jefry yang selalu membully aku karena gak bisa minum tuak. Pernah sih aku nyoba untuk minum, karena penasaran dan malu juga tentunya, tapi apa yang terjadi? Ketika pertama nyoba minum, langsung perut rasanya seperti diblender dari dalam, dan lalu akhirnya semua isi perut pun keluar lewat muntahan. Bukannya malah ditolongin, kawan-kawan saat itu malah tertawa cekikikan sambil ngomong, "masih perjaka rupanya dia, hahaha...".

Karena malu dan tak mau dibully, aku coba minum sekali lagi, eh ternyata lagi-lagi semua isi perut pun keluar. Karena sudah lemas, aku pun menyerah dan bilang ke mereka, "kayaknya aku ditakdirkan gak boleh mabuk-mabukan woy, belikan fanta aja lah!" dan semenjak hari itu hingga sekarang, aku betul-betul kapok nyoba-nyoba minum tuak, alhamduliLlah.

"Nah itu Rasyid sama Andre!" kata Jefry saat melihat motornya Rasyid dari kejauhan.

"Woy genk, kemana aja kau, amankan?" tanya Andre padaku.

"Masih di medan lah wak, hahahaha." jawabku.

"Ku kira dah mati kau, hahaha." kata Andre sambil meninju lenganku.

"Terus kekmana (bagaimana) festival besok bro?" tanyaku pada Rasyid.

Selama ini yang aktif mencari info festival adalah Rasyid, bahkan boleh dibilang dia ini humasnya Dinasty.

"Kayak biasa, lagu wajib 2 sama lagu ciptaan kita sendiri." jawab Rasyid.

"Lagu wajibnya apa aja?" tanyaku lagi penasaran.

"Waktu latihan kita tinggal besok loh?" kata Jefry menyela pembicaraan.

"Tenang, lagu wajibnya udah kupilih, Pelanginya Boomerang dan Topeng Peterpen, kekmana menurut kelen (kalian)?" kata Rasyid mantap.

"Nah patenlah itu, udah biasa kita bawa ya kan?" jawabku.

"Yaudah aku setuju." kata Andre.

"Okelah, aku ngikut kelen aja!" kata Jefry.

"Oke, lagu wajib berarti beres. Terus lagu kita, yang mana kira-kira mau dipake?" tanya Rasyid.

"Yang "Malam Minggu" aja, keren tuh." kata Jefry.

"Wah, aku yang harus kerja keras tuh. Nanti bantu tutupin lah ya suaraku." kataku mengomentari perkataan Jefry.

"Tenang, nanti aku sama Rasyid jadi backing vocal lah." jawab Jefry.

"Oke paten," kata Rasyid "kau ada kendala gak Ndre?"

"Belum ada kayaknya," jawab Andre singkat.

"Oh ya, untuk kostum gimana bro?" kataku bertanya pada Rasyid.

"Nah iya, kita pake full black dan dasi putih aja ya. Kayak festival di Belawan kemaren itu." jawab Rasyid.

"Oke... setuju." jawab aku, Jefry dan Andre serentak.

"Oke, berarti besok kita gladi resik nih ya?" tanya Rasyid.

"Dimana kira-kira?" tanya Andre.

"Di Andika aja kekmana?" kata Jefry.

"Aku setuju tuh di Andika, komplit alat-alatnya, nyaman lagi." kataku.

(Andika adalah nama studio musik langganan kami)

"Yaudah, besok di Andika. Jam 10 ya!" kata Rasyid.

"Oke..." jawab kami bertiga serentak.

Setelah semuanya disetujui, kami pun bersiap-siap untuk kembali ke rumah masing-masing. Aku merasa malam ini kembali bersemangat, benih-benih jahiliyah sepertinya mulai kembali bertumbuhan di dalam dadaku saat itu.


Bersambung in syaa Allah

Next : Godaan Yang Melalaikan (3)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Supported By:

Supported By:
warungkoski.com
Diberdayakan oleh Blogger.